Di Balik Tulisan Afi Nihaya Faradisa, Ada Dugaan Plagiat - Plagiarism - Copas.
JAGAT media sosial Facebook dihebohkan dengan kemunculan gadis muda Afi Nihaya Faradisa.
JAGAT media sosial Facebook dihebohkan dengan kemunculan gadis muda Afi Nihaya Faradisa.
Remaja yang baru tamat SMA di Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur, ini mendadak populer karena tulisannya di facebook yang menjadi viral, Warisan.
Selain mendapat pujian, Afi pun mendapat kecaman karena pemikirannya dianggap senada dengan para pemikir aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL).
Selain mendapat pujian, Afi pun mendapat kecaman karena pemikirannya dianggap senada dengan para pemikir aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL).
Belakangan, muncul juga hal mengusik netizen, yaitu dari tulisan Afi Nihaya yang berjudul BELAS KASIH DALAM AGAMA KITA yang diposting pada tanggal 25 Mei 2017.
Afi Nihaya Faradissa dinilai melakukan plagiat alis mencontek atau copy paste tulisan dari salah satu pengguna facebook dengan nama akun Mita Handayani.
Dugaan plagiat ini mulai terkuak setelah salah satu akun dengan nama Pringadi Abdi Sury memaparkan fakta-fakta itu lewat Kompasiana, dengan judul “Drama “Dugaan” Plagiarisme Afi Nihaya Faradisa” 31 Mei 2017.
Dalam pemaparannya, Pringadi Abdi Sury menyebutkan, jika tulisan Afi Nihaya Faradisa dengan judul ‘Belas Kasih dalam Agama Kita’ diduga dikopi-paste dari status Mita Handayani. tudingan itu disertakan dengan screnshoot dari Mita Handayani, yang ditulis pada 30 Juni 2016 lalu.
Bukan saja soal tulisan “Belas Kasih dalam Agama Kita,” namun dugaan plagiat juga menurut Pringadi Abdi Sury, ada pada Status Afi Hinaya soal ‘Warisan.’
Ia memaparkan, tulisan Afi soal Warisan ditengarai memiliki ruh yang sama dengan narasi sebuah video viral yang juga diterjemahkan oleh akun Mita Handayani ((Video).
“Biarlah saya tidak dikenal, tapi pemikiran saya dibaca dan dipahami oleh banyak orang. Mungkin seperti itu.” katanya mengutip status Mita Handayani.
Afi Nihaya Faradissa dinilai melakukan plagiat alis mencontek atau copy paste tulisan dari salah satu pengguna facebook dengan nama akun Mita Handayani.
Dugaan plagiat ini mulai terkuak setelah salah satu akun dengan nama Pringadi Abdi Sury memaparkan fakta-fakta itu lewat Kompasiana, dengan judul “Drama “Dugaan” Plagiarisme Afi Nihaya Faradisa” 31 Mei 2017.
Dalam pemaparannya, Pringadi Abdi Sury menyebutkan, jika tulisan Afi Nihaya Faradisa dengan judul ‘Belas Kasih dalam Agama Kita’ diduga dikopi-paste dari status Mita Handayani. tudingan itu disertakan dengan screnshoot dari Mita Handayani, yang ditulis pada 30 Juni 2016 lalu.
Bukan saja soal tulisan “Belas Kasih dalam Agama Kita,” namun dugaan plagiat juga menurut Pringadi Abdi Sury, ada pada Status Afi Hinaya soal ‘Warisan.’
Ia memaparkan, tulisan Afi soal Warisan ditengarai memiliki ruh yang sama dengan narasi sebuah video viral yang juga diterjemahkan oleh akun Mita Handayani ((Video).
Pringadi Abdi Sury melanjutkan, di Status terbaru Mita Handayani malah mendefinisikan dirinya sebagai “I’m a proud senior” karena Afi menjadi momentum yang menyebarkan pemikirannya.
“Biarlah saya tidak dikenal, tapi pemikiran saya dibaca dan dipahami oleh banyak orang. Mungkin seperti itu.” katanya mengutip status Mita Handayani.
Kini Asa Firda Inayah atau lebih beken dengan nama akun Facebook miliknya, Afi Nihaya Faradisa, pun membuat kegemparan lain dengan dugaan plagiarisme ini.
Mita memulai tulisannya berjudul ”Agama Kasih”, seperti ini:
“Ada seorang wanita pezina melihat seekor anjing di hari yang panasnya begitu terik. Anjing itu mengelilingi sebuah sumur sambil menjulurkan lidahnya karena kehausan. Wanita itu segera melepas sepatunya (untuk digunakan menimba air). Ia pun diampuni karenanya.” (HR. Muslim).
Banyak yang meragukan Islam sebagai ideologi kelembutan, terutama ketika Indonesia dan dunia terus dikejutkan oleh serangkaian insiden berdarah yang mengatasnamakan agama ini. Namun, jika kita menelisik sedikit lebih dalam saja, kita akan menemukan bahwa salah satu doktrin sentral Islam ternyata memang berputar pada prinsip belas kasih.
Afi juga memulai tulisan ”Belas Kasih Dalam Agama Kita” persis dengan kalimat-kalimat serupa. Pembedanya hanyalah, paragraf kedua milik Mita dipecah menjadi dua, sehingga ada paragraf ketiga dimulai dengan kalimat ”namun, jika kita menelisik....”
Paragraf-paragraf selanjutnya dari Mita juga ”diambil” oleh Afi untuk tulisan yang diakui memakai namanya. Afi sendiri, hanya menambahkan tiga paragraf sehingga hanya itulah yang membuatnya berbeda dengan tulisan Mita.
"Bila kita bandingkan dengan tulisan Afi, akan kita temukan perbedaan lain, yakni tambahan 3 paragraf pada tulisan Afi, yang paragraf terakhir (namun hanya satu kalimat) adalah saduran kalimat yang diucapkan Malala,” tulis Pringadi.
"Awalnya saya berasumsi Afi hanya melakukan parafrasa yang ilegal, cara mengutip yang keliru karena tidak tahu bagaimana seharusnya memperlakukan pendapat orang lain di dalam tulisan kita sendiri," tulisnya lagi.
Namun, dalam paragraf penutup tulisannya, Pringadi memuat kalimat-kalimat yang ambigu mengenai kasus ini.
"Saya tidak sempat berpikir sejauh itu, dan saya masih berharap tulisan yang saya tulis ini salah. Afi bukanlah seorang plagiat, dan dia memang bisa menulis. Saya terjebak di antara dua pertanyaan, apakah saya akan menjatuhkan sesuatu hingga pecah, ataukah saya akan menumbuhkan sesuatu yang seharusnya belum pantas tumbuh?"
Apakah Afi belum mengetahui cara mengutip sehingga tak terjebak dalam plagiarisme? Suara.com, hingga berita ini diunggah belum bisa mengontak yang bersangkutan.
Pada 15 Maret 2017, Afi—lagi-lagi melalui Facebook—pernah memuat satu tulisan berjudul "Copas Tulisan Orang?" yang bertabur penolakannya terhadap plagiarisme.
Setidaknya, ada dua kalimat dalam tulisan itu yang bisa mewakili pendirian Afi dalam kasus plagiarisme.
“Dalam bahasa sederhana, plagiarisme atau yang banyak disebut sebagai plagiat adalah menyalin karya tulisan orang lain baik sebagian atau seluruhnya dengan tanpa mencantumkan sumber. Sederhananya, plagiat itu mengopas tulisan orang. Sedikit atau banyak,” begitu tulis Afi.
“Ketika kau mengopas tulisan seseorang, sesungguhnya kau tidak menghargai si penulis asli, karena sekali lagi, menulis itu tidak segampang yang kau bayangkan,” demikian kata Afi.
Mita memulai tulisannya berjudul ”Agama Kasih”, seperti ini:
“Ada seorang wanita pezina melihat seekor anjing di hari yang panasnya begitu terik. Anjing itu mengelilingi sebuah sumur sambil menjulurkan lidahnya karena kehausan. Wanita itu segera melepas sepatunya (untuk digunakan menimba air). Ia pun diampuni karenanya.” (HR. Muslim).
Banyak yang meragukan Islam sebagai ideologi kelembutan, terutama ketika Indonesia dan dunia terus dikejutkan oleh serangkaian insiden berdarah yang mengatasnamakan agama ini. Namun, jika kita menelisik sedikit lebih dalam saja, kita akan menemukan bahwa salah satu doktrin sentral Islam ternyata memang berputar pada prinsip belas kasih.
Afi juga memulai tulisan ”Belas Kasih Dalam Agama Kita” persis dengan kalimat-kalimat serupa. Pembedanya hanyalah, paragraf kedua milik Mita dipecah menjadi dua, sehingga ada paragraf ketiga dimulai dengan kalimat ”namun, jika kita menelisik....”
Paragraf-paragraf selanjutnya dari Mita juga ”diambil” oleh Afi untuk tulisan yang diakui memakai namanya. Afi sendiri, hanya menambahkan tiga paragraf sehingga hanya itulah yang membuatnya berbeda dengan tulisan Mita.
"Bila kita bandingkan dengan tulisan Afi, akan kita temukan perbedaan lain, yakni tambahan 3 paragraf pada tulisan Afi, yang paragraf terakhir (namun hanya satu kalimat) adalah saduran kalimat yang diucapkan Malala,” tulis Pringadi.
Jika mayoritas tulisan Afi sama seperti Mita, apakah Afi bisa disebut plagiat? Pringadi tampaknya tak sampai hati menuduhkan hal itu dalam tulisannya.
"Awalnya saya berasumsi Afi hanya melakukan parafrasa yang ilegal, cara mengutip yang keliru karena tidak tahu bagaimana seharusnya memperlakukan pendapat orang lain di dalam tulisan kita sendiri," tulisnya lagi.
Namun, dalam paragraf penutup tulisannya, Pringadi memuat kalimat-kalimat yang ambigu mengenai kasus ini.
"Saya tidak sempat berpikir sejauh itu, dan saya masih berharap tulisan yang saya tulis ini salah. Afi bukanlah seorang plagiat, dan dia memang bisa menulis. Saya terjebak di antara dua pertanyaan, apakah saya akan menjatuhkan sesuatu hingga pecah, ataukah saya akan menumbuhkan sesuatu yang seharusnya belum pantas tumbuh?"
Apakah Afi belum mengetahui cara mengutip sehingga tak terjebak dalam plagiarisme? Suara.com, hingga berita ini diunggah belum bisa mengontak yang bersangkutan.
Pada 15 Maret 2017, Afi—lagi-lagi melalui Facebook—pernah memuat satu tulisan berjudul "Copas Tulisan Orang?" yang bertabur penolakannya terhadap plagiarisme.
Setidaknya, ada dua kalimat dalam tulisan itu yang bisa mewakili pendirian Afi dalam kasus plagiarisme.
“Dalam bahasa sederhana, plagiarisme atau yang banyak disebut sebagai plagiat adalah menyalin karya tulisan orang lain baik sebagian atau seluruhnya dengan tanpa mencantumkan sumber. Sederhananya, plagiat itu mengopas tulisan orang. Sedikit atau banyak,” begitu tulis Afi.
“Ketika kau mengopas tulisan seseorang, sesungguhnya kau tidak menghargai si penulis asli, karena sekali lagi, menulis itu tidak segampang yang kau bayangkan,” demikian kata Afi.