Menkominfo akan blokir semua media sosial di Indonesia jika masih membiarkan arus informasi berkonten negatif. Telegram sudah diblokir.
Menurut Rudiantara, arus informasi negatif --berupa pornografi dan paham radikal-- saat ini bertebaran dengan bebas dan mudah dikonsumsi publik di media sosial.
"Berdasarkan statistik kami, dari 2016 sampai saat ini, permintaan untuk men-take down akun di media sosial maupun file video sharing, 50 persen dilakukan penyedia platform internasional," tegasnya Rudiantara, Jumat (14/7/2017).
Menurutnya, progres platform Internasional dalam menutup akun - akun di Indonesia, sangat disayangkan. Bahkan, proses tersebut sudah ditindaklanjuti dengan mengirimkan utusan ke masing-masing platform.
"Ini mengecewakan bagi kami. Kami meminta pada mereka untuk memperbaiki ini. Bulan puasa kemarin sudah mengutus untuk mendatangi. Kalau tidak ada perbaikan, kita akan serius (menyikapi)," katanya.
Menurutnya, penuntasan akhir dalam menutup konten informasi negatif berada ditangan platform-platform.
Rudi menambahkan, dalam penanganan media sosial, pihaknya tidak menyalahkan masyarakat maupun regulasinya. Justru platform yang harus dilibatkan.
"Pemerintah tidak mempunyai intensitas untuk menutup platform ini di Indonesia. Tapi, kalau tidak ada perbaikan, kami akan sangat-sangat mempertimbangkan untuk menutupnya," tegasnya.
Bahkan, kemungkinan pahit akan diterima masyarakat Indonesia jika masing-masing platform tidak memperbaiki situasi tersebut.
"Jadi mohon maaf, teman-teman yang main Youtube, Facebook dan lain sebagainya, kalau terpaksa harus (ditutup). Tugas Pemerintah adalah menjaga kondusivitas, yang namanya teknologi informasi, media sosial, digunakan untuk hal positif," tegasnya.
Telegram Sudah Diblokir
Kemenkominfo sudah mulai memblokir aplikasi pesan singkat Telegram. "Telegram per siang tadi telah diblokir," ujar Kepala Informasi dan Humas Kemenkominfo, Noor Iza, dikutip Viva.
Telegram sudah memiliki 100 juta pengguna aktif di seluruh dunia. Jumlah pesan yang terkirim setiap harinya bahkan bisa mencapai 15 miliar pesan teks.
Pemblokiran Telegram memunculkan mengeluarkan petisi bagi Pemerintah untuk membatalkannya. Petisi digaungkan pengguna via laman Change.org, Jumat (14/7/2017).
Menurut pantauan Tekno Liputan6.com, petisi tersebut sudah ditandatangani 797 pendukung. Petisi butuh setidaknya 203 tanda tangan lagi agar bisa mencapai kesepakatan petisi yang diharapkan.
"Memblokir Telegram dengan alasan dijadikan platform komunikasi pendukung terorisme, mungkin mirip dengan membakar lumbung padi yang ada tikusnya," begitu bunyi tulisan di petisi tersebut.
"Lebih buruk lagi, karena pendukung terorisme atau hal-hal lain yang merongrong NKRI apa pun tetap bisa berkomunikasi di platform lainnya. Bila Anda aktif di media sosial, mungkin juga pernah melihat konten kebencian atau 'anti-NKRI' dan sejenisnya yang melintas bebas dibagikan dan diteruskan ke khalayak luas," tambahnya.*
Telegram sudah memiliki 100 juta pengguna aktif di seluruh dunia. Jumlah pesan yang terkirim setiap harinya bahkan bisa mencapai 15 miliar pesan teks.
Pemblokiran Telegram memunculkan mengeluarkan petisi bagi Pemerintah untuk membatalkannya. Petisi digaungkan pengguna via laman Change.org, Jumat (14/7/2017).
Menurut pantauan Tekno Liputan6.com, petisi tersebut sudah ditandatangani 797 pendukung. Petisi butuh setidaknya 203 tanda tangan lagi agar bisa mencapai kesepakatan petisi yang diharapkan.
"Memblokir Telegram dengan alasan dijadikan platform komunikasi pendukung terorisme, mungkin mirip dengan membakar lumbung padi yang ada tikusnya," begitu bunyi tulisan di petisi tersebut.
"Lebih buruk lagi, karena pendukung terorisme atau hal-hal lain yang merongrong NKRI apa pun tetap bisa berkomunikasi di platform lainnya. Bila Anda aktif di media sosial, mungkin juga pernah melihat konten kebencian atau 'anti-NKRI' dan sejenisnya yang melintas bebas dibagikan dan diteruskan ke khalayak luas," tambahnya.*