Pemerintah Targetkan Pemindahan Ibu Kota Dimulai 2018. Akan dibangun Kantor Presiden dan kementerian. Jakarta akan menjadi pusat bisnis dan keuangan.
Kota Palangkaraya.* |
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, rencana detail pemindahan ibu kota ini telah dibahas bersama Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin (3/7/2017).
Dalam perbincangan terakhirnya dengan Presiden, Bambang mengatakan kajian pemindahan ibu kota, termasuk skema pendanaan, akan rampung tahun ini.
"Maka tahun 2018 atau 2019 sudah mulai ada kegiatan terkait dengan pemindahan pusat administrasi pemerintahan," kata Bambang kepada Kompas.
Pembangunan di Pulau Jawa lebih tinggi daripada di pulau lainnya di Indonesia. Jika hasil kajian menunjukkan Ibu Kota dipindahkan ke kota lainnya, maka kantor pemerintahan saja yang dipindahkan ke sana.
Di sana juga akan dibangun Kantor Presiden serta kantor kementerian. Sementara, Jakarta akan menjadi pusat bisnis serta keuangan.
Bambang enggan menyebutkan detail kota mana yang akan menjadi pusat administratif tersebut.
Penentuan lokasi menjadi salah satu hal yang dibahas dalam kajian pemindahan ibu kota. Selain itu, permasalahan mengenai estimasi pendanaan dan tata kota juga akan dikaji. Dia menargetkan, kajian selesai tahun ini.
Selama ini beredar kabar ibu kota akan dipindahkan dari Jakarta ke Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah.
Wacana pemindahan ibu kota ke Palangkaraya digagas pertama kali oleh Presiden Soekarno. Alasannyta, Palangkaraya merupakan kota di tengah-tengah Pulau Kalimantan. Selain itu, Kalimantan merupakan pulau terbesar di Indonesia.
"Jadikanlah Kota Palangkaraya sebagai modal dan model," ujar Soekarno saat pertama kali menancapkan tonggak pembangunan kota ini 17 Juli 1957.
Salah satu risiko pemindahan ibu kota adalah tersendatjnya iklim investasi. Menurut Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia DKI Jakarta, Sarman Simajorang, jika sampai dipindahkan ke Palangkaraya, maka akan menambah beban biaya dan waktu.
"Tentu ini akan menurunkan daya saing iklim investasi dan usaha," kata Sarman kepada Liputan6.com.
Ia menuturkan, Kota Jakarta sudah hampir 53 tahun menjadi Ibu Kota Negara sejak ditetapkan berdasarkan UU Nomor 10 tahun 1964.
Sudah telanjur ratusan ribu perusahaan besar mulai dari PMA, PMDN, BUMN dan swasta nasional berkantor pusat di Jakarta. Interaksi perusahaan ini dengan pemerintah pusat sangat tinggi untuk mengurus berbagai perizinan dan kebijakan lainnya.
Selain soal investasi, risiko lainnya jika masyarakat Kalimantan Tengah tidak siap menerima perubahan itu, maka nasibnya akan seperti penduduk asli Jakarta. Mereka perlahan-lahan akan tergusur ke pinggiran kota. Lebih ekstrem lagi mereka bakal termarjinalkan.*